Hadiah Terakhir Sebelum Kau, Aku, Mati

Author: Afif /

Saatnya jadi realistis
Di tengah tepi percaya yang tipis


Karena hidup, pahitlah sepahitnya
Bukan kisah dongeng lelap
Dipilin doa berbubung pinta
Untuk dia yang bersujud di sajadah berbeda, di kubah rumah berpisah
Hanya berbagi selusur bulan
Dikudung langit sendu, bermadu rindu
Hanya itu

Mendambanya, menunggunya
Melihatnya, meluluhnya

Bibir tebal ini diikat kawat
Ingin bebas, ingin lepas
Hanya untuk bertemu pintu lain, buntu lain
Ada rasa sakit, tersayat di bilik darah
Karena menyimpan semua, karena menutup semua

Hadapilah
Seperti aku hadapinya
Jadi serigala hitam
Berteriak mengitari lidah bulan
Tiap bulu membeku dingin berselimut sepi
Terpisah dunia yang cacat, dan dunia yang sempurna

Didalam hati detak riak
Berendam, bersembunyi
Berharap seperti anjing bodoh
Bertanya nyatakah mimpi yang digantung di langit tidur
Berintai tiap gerak langkahnya yang sempurna
Melihat diri
Berlinang
Mundur
Retak
Dan kembali bercium gelap

Jikapun memang terkenang
Kalaupun dia ingin
Hanya hening yang ku jinjing
Tidak lebih
Karena seputar kilatpun aku coba
Aku tiada
Tuhan cinta padanya
Maka tuhan berikan cinta padanya
Tuhan benci padaku
Maka tuhan sayang padaku
Pengemis hatinya, yang entah dia berikan ditanganku
Atau dijamahkan ke tangan pangerannya

Muak dindingku tertegun kisah tak habis
Aku bangkit, aku kejar, aku sadar
Terlepas darimu, lebih sulit dari melihat matahari
Begitu bercahaya
Tapi mata gelap
Berlutut untuk kembali lelap
Agar berjumpamu

Dicari sampai jenggotku rontok pun
Semua akhir yang indah berujung nihil

Bagaimanapun kau coba resapi
Realita enggan bermanja iba
Dirimu, akan selalu jauh
Lebih baik
Karena kau akan terjaga
Dari pendosa sepertiku
Percuma kau tuntut
Nafas pun aku tak kaya
Kau mau apa
Kau akan mati
Lalu aku marah
Lalu aku mati
Lalu di sana kita berjumpa
Lalu akhirnya aku memilikimu
Seutuh hidup fanaku

Dari tulisanku ini
Yang paling ikhlas
Untuk diatas yang tak berpulas
Ijinkan aku sudahi
Karena kisah berjanji bertaji
Hanya di duniamu
Dengan ciptaan tuhanku yang lebih sempurna
Bila ada hadiah terakhir
Doa

Selamat tinggal
Aku mencari kehidupan baru


Medan, 30 Maret 2015
Serigala Hitammu

Teka-teki Tuhan

Author: Afif /



Tuhan senang bermain teka-teki
bagi ciptaannya yang menggali daki hati
Diputar dan diaduk dalam tanya terberi
Antara takdir dan pilihan enggan mati
Apakah memang harus menggenggam kodrat?
 
Layak sapi yang mencicip rumput darat
Tiap larut sore begitu
Tunda waktu endus sebelum sembelih
Dan akhiri hidup asam perih
Tak bisakah digulai? Dibumbui?
Terlalu congkakkah?
 
Lalu bagaimana hamba melangkah
Hal bergandeng hal mengapel
Hal cinta, hal kerja, hal keluarga, hal teman dan hal-hal lainnya yang mengekor hal-hal
Bagaimana cara menjawabnya!

Medan, 26 Maret 2015
Afif Nabawi

Sang Pembaca Pikiran

Author: Afif /



Kenapa ingin membaca pikiranmu?
Karena aku jemu menerkamu
Kenapa ingin membaca pikiranmu?
Karena aku ingin tahu apa maumu
Kenapa ingin membaca pikiranmu?
Karena bulanku melihat dirimu saat aku melihatnya
Kenapa ingin membaca pikiranmu?
Karena aku ragu aku pantas restumu
Kenapa ingin membaca pikiranmu?
Karena aku gusar haus menolongmu
Kenapa ingin membaca pikiranmu?
Karena aku pengemis perhatianmu
Kenapa ingin membaca pikiranmu?
Karena aku lihat kau lihat aku
Kenapa ingin membaca pikiranmu?
Karena aku kau lukis di kertas itu
Kenapa ingin membaca pikiranmu?
Karena aku ingin kau ingin aku
Kenapa ingin membaca pikiranmu?
karena kau bahagia
Kenapa ingin membaca pikiranmu?
Karena aku tidak

Medan, 24 Maret 2015
Afif Nabawi

Tenang Lepas

Author: Afif /



Memantaskan diri
Memantapkan diri
Memanjakan diri
Memastikan diri
Membahagiakan diri
Menjamah diri
Menjajah diri
Mendirikan diri

Aku takkan jadi mereka, jadi dia, jadi kau
Lantas tak akan bandingkan dunia putihmu, dunia pelangi mereka dan dunia hitamku
Aku berenang bebas mencari tenang lepas
Di laut pekat wilayah gelapku

Yang terbaik, mungkin sudah terlewati, tapi yang sempurna dari tuhan, akan lepuh ku jilati

Medan, 24 Maret 2015
Afif Nabawi

Duitku Duit Teh Pahit

Author: Afif /



Uang itu cuma kertas
Di lukis
Ada merah
Biru
Kadang ada segitiganya
Begitu sederhana
Tapi akibatnya banting merana

Setiap helai selaputnya
Memiliki cerita
Dari tangan sang kaya yang congkak
Sampai tangan si sederhana yang lelah bengkak
masing-masing berpeluh acuh
Kadang-kadang bertegang pegang
Ada sebocah kisah yang harusnya lucu, tapi tidak
Kenyataan mirip teh pahit
 
Warna tenang, tapi rasa pekang
Rela tak rela tiap gigit liur dikuasa duit
Mau tak mau tiap lahap jarak dikekang duit
Mati tak mati tiap utuh tubuh dikaki duit

Memang gila searah mata melata
Manusia rata ditata duit pinta

Medan 23 Maret 2015
Afif Nabawi

Perayaan Sedih

Author: Afif /




Di penghujung gelap gulita sana
Ada anak
Meraung
Meminta selidah nasi, secicip telur
Tak terjawab, tangis terintih

Di bilik ruang sembunyi nyawa
ada remaja
Mendiamkan mulutnya
Marah merah
Tak berkaki tak bertangan
Bertasbih manis doa di bibir

Di belikat dinding tebal
Ada dewasa bebal
Mencari orang tua, mencari tubuh pasang, mencari anak sesiang
Sendiri tak berpeluk
Sabar tegar berhias tekad

Di otak kita
Ada hati gusar
Tak pernah bersyukur
Tak pernah bertakur
Lalu kutuk kepala lain
Lalu kutuk tuhan lain
Ternikmat sedih yang dilempar kemana-mana
Berpikir jernih hilang, hati tenteram tak berpulang
Mencari pintu keluar yang jaraknya sejilat 10 sentimeter
Mengeluh berkali-kali mengais jawaban yang jelas tegas

Lantas sering lupa
Manusia saja manusia
Dicipta seringkih apapun
Diterpa tantang baja pun
Selalu hanya lihat dirinya
Luput lihat apapun dibawahnya
Dan tebak tak akan meleset
 
Mari semua sedih
Ayo mari
Siapa yang tidak suka sedih
Sedih itu terkenal
Walau semua uzur insan tahu
Sedih hanya melemahkan
Mau sampai kapan? Mau terus? Terus saja. Ya lanjutkan. Sedihkan semuanya. Pikirkan lagi dengan otak, resapi hati rapuh, lalu sedihkan sampai tak ada sisa. Sampai menyesal. Lalu ulang lagi waktu. Tapi tak bisa. Lalu telan saja sedih itu. Salahkan yang bisa disalahkan. Tidak bisa? Salahkan diri sendiri. Sakit? Sedih lagi ayo. Tidak akan puas. Silahkan lebih sedih lagi. Nikmat sudah? Belum juga. Ayo sedih lagi. Sedih sampai tidak bosan juga tidak apa-apa. Tiap hari bersedih terus. Terus sampai harimu dibuang berteman sedih. Sampai sedih tidak punya apapun yang disedihkan.

Selamat terjebak.
Karena aku tidak.
Karena aku hidup dengan memilih
Dan aku memilih kuat
Karena tuhan tahu
Dibalik keringat
Dibalik tiap air mata
Aku akan lebih atas
Dari atas yang diinginkan

Bilang saja kau bukan aku, aku bukan kau
Aku manusia
Kau manusia
Kita manusia
Semua manusia
Kutu busuk pun tahu kita semua sama

Aku tunggu alasan yang lain
Karena aku sudah buang alasan
Sudah bosan
Aku lagi asik bertarung
Aku benci sedih
Sudah aku cambuk dia sampai luntur

Medan, 21 Maret 2015
Afif Nabawi

Puisi Favorit Pembaca

Diberdayakan oleh Blogger.