Perayaan Sedih

Author: Afif /




Di penghujung gelap gulita sana
Ada anak
Meraung
Meminta selidah nasi, secicip telur
Tak terjawab, tangis terintih

Di bilik ruang sembunyi nyawa
ada remaja
Mendiamkan mulutnya
Marah merah
Tak berkaki tak bertangan
Bertasbih manis doa di bibir

Di belikat dinding tebal
Ada dewasa bebal
Mencari orang tua, mencari tubuh pasang, mencari anak sesiang
Sendiri tak berpeluk
Sabar tegar berhias tekad

Di otak kita
Ada hati gusar
Tak pernah bersyukur
Tak pernah bertakur
Lalu kutuk kepala lain
Lalu kutuk tuhan lain
Ternikmat sedih yang dilempar kemana-mana
Berpikir jernih hilang, hati tenteram tak berpulang
Mencari pintu keluar yang jaraknya sejilat 10 sentimeter
Mengeluh berkali-kali mengais jawaban yang jelas tegas

Lantas sering lupa
Manusia saja manusia
Dicipta seringkih apapun
Diterpa tantang baja pun
Selalu hanya lihat dirinya
Luput lihat apapun dibawahnya
Dan tebak tak akan meleset
 
Mari semua sedih
Ayo mari
Siapa yang tidak suka sedih
Sedih itu terkenal
Walau semua uzur insan tahu
Sedih hanya melemahkan
Mau sampai kapan? Mau terus? Terus saja. Ya lanjutkan. Sedihkan semuanya. Pikirkan lagi dengan otak, resapi hati rapuh, lalu sedihkan sampai tak ada sisa. Sampai menyesal. Lalu ulang lagi waktu. Tapi tak bisa. Lalu telan saja sedih itu. Salahkan yang bisa disalahkan. Tidak bisa? Salahkan diri sendiri. Sakit? Sedih lagi ayo. Tidak akan puas. Silahkan lebih sedih lagi. Nikmat sudah? Belum juga. Ayo sedih lagi. Sedih sampai tidak bosan juga tidak apa-apa. Tiap hari bersedih terus. Terus sampai harimu dibuang berteman sedih. Sampai sedih tidak punya apapun yang disedihkan.

Selamat terjebak.
Karena aku tidak.
Karena aku hidup dengan memilih
Dan aku memilih kuat
Karena tuhan tahu
Dibalik keringat
Dibalik tiap air mata
Aku akan lebih atas
Dari atas yang diinginkan

Bilang saja kau bukan aku, aku bukan kau
Aku manusia
Kau manusia
Kita manusia
Semua manusia
Kutu busuk pun tahu kita semua sama

Aku tunggu alasan yang lain
Karena aku sudah buang alasan
Sudah bosan
Aku lagi asik bertarung
Aku benci sedih
Sudah aku cambuk dia sampai luntur

Medan, 21 Maret 2015
Afif Nabawi

0 komentar:

Posting Komentar

Puisi Favorit Pembaca

Diberdayakan oleh Blogger.